Jumat, 24 November 2017 0 komentar

STATUS PENDOSA BESAR SEORANG MUKMIN

STATUS PENDOSA BESAR SEORANG MUKMIN
(Berdasarkan Pemahaman Ideologi Murji’ah)
Oleh: Priliansyah Ma’ruf Nur

Nama Murji’ah berasal dari kata irja atau arja’a yang berarti penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a juga memiliki arti memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah. Kaum Murji’ah ditimbulkan oleh persoalan politik sama halnya dengan kaum Khawarij, tegasnya persoalan kholifah yang membawa perpecahan dikalangan umat Islam setelah terbunuhnya Usman Ibn Affan. Oleh karena itu, murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang saling bermusuhan yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing yang dikafirkan oleh kaum Khawarij hingga statusnya diputuskan di pengadilan akhirat. (Abdul, 2001: 56)
Dalam permusuhan inilah muncul satu aliran baru yang bersikap netral yang tidak ikut dalam kafir-mengkafirkan yang terjadi pada golongan tersebut. Bagi merekan golongan yang bertentangan itu merupakan orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan yang benar. Oleh karena itu, mereka tidak mengeluarkan pendapat siapa yang salah dan benar dan lebih baik menunda penyelesaian hingga hari perhitungan di depan Allah. Dengan demikian, kaum Murji’ah adalh kaum yang tidak ikut campur dalam pertentangan tersebut dan mengambil sikap menyerahkan penentuan kafir atau tidaknya orang-orang yang bertentangan tersebut kepada Allah. (Nasution, 2010: 24)
Salah satu ciri aliran ini adalah menunda menghukumi seseorang yang berbuat dosa besar. Tidak seperti aliran Mu’tazilah atau Khawarij yang dengan mudahnya menghukumi seorang yang berbuat zina atau membunuh sebagai orang kafir. Aliran murji’ah berpendapat seorang muslim yang berdosa besar tetap sebagai muslim, sebab dia telah membenarkan dengan hatinya. Berdasarkan itu pula mereka berpendapat bahwa perbuatan maksiat itu tidaklah merusak iman. Apabila seseorang meninggal dalam kepercayaan tauhid, maka dosa dan kejahatannya tidak memberikan mudarat terhadapnya.
Kamis, 09 November 2017 0 komentar

KEUTAMAAN ILMU DAN ULAMA


Allah SWT berfirman :

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَاَلَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ (الزمر: 9)
Artinya:  “Katakanlah (Wahai Muhammad!): ‘Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu?’”. (QS. Az-Zumar: 9)

Dalam ayat lain Allah berfirman:

يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (المجادلة: 11)
Artinya:  “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mujadilah: 11)[1]

Dengan ayat-ayat ini Allah SWT tidak mau menyamakan orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu, disebabkan oleh manfaat dan keutamaan ilmu itu sendiri dan manfaat dan ketinggian derajat yang akan didapat oleh orang yang berilmu[2].
Berdasarkan ayat-ayat tersebut penulis ingin meneliti beberapa hadits yang menerangkan ayat-ayat tersebut sebagaimana fungsi hadits sebagai bayan Al Qur’an[3]. Pada bagian selanjutnya penulis akan menjabarkan tentang keutamaan ilmu dan keutamaan orang yang berilmu, yakni ulama.

0 komentar

PENDIDIKAN KELUARGA (TAFSIR QS. AT TAHRIM/66: 6)

A.  PENDAHULUAN
Al Qur’an sebagai kalamullah (firman Allah) adalah mutlak kebenarannya, berlaku sepanjang zaman, dan mengandung ajaran serta petunjuk tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia di dunia ini dan di akhirat nanti. Ajaran dan petunjuk Al Qur’an tersebut berkaitan dengan berbagai konsep yang amat dibutuhkan oleh umat manusia dalam mengarungi kehidupannya di dunia ini dan di akhirat kelak.
Al Qur’an berbicara tentang berbagai hal, seperti aqidah, ibadah, mu’amalah berbicara pula tentang pendidikan. Namun demikian, Al Qur’an bukanlah kitab suci yang siap pakai, dalam arti berbagai konsep yang dikemukakan Al Qur’an tersebut tidak langsung dapat dihubungkan dengan berbagai masalah tersebut. Ajaran Al Qur’an tampil dalam sifatnya yang global, ringkas dan general. Untuk dapat memahami ajaran Al Qur’an tentang berbagai masalah tersebut mau tidak mau seseorang harus melewati jalur tafsir sebagaimana telah di lakukan para ulama.
Dalam sebuah pendidikan tentunya terdapat sebuah subyek, obyek dan sarana-sarana lain yang sekiranya dapat membantu terselenggaranya sebuah pendidikan. Allah SWT telah memerintahkan kepada Rasul-Nya yang mulia, di dalam ayat-ayat yang jelas ini, agar dia memberikan peringatkan kepada keluarga dan sanak kerabat dulu kemudian kepada seluruh umat manusia agar tidak seorang pun yang berprasangka jelek kepada nabi, keluarga dan sanak kerabatnya. Jika dia memulai dengan memberikan peringatan kepada kelurga dan sanak kerabatnya, maka hal itu akan lebih bermanfaat dan seruannya akan lebih berhasil. Allah juga menyuruh agar bersikap tawadhu kepada pengikut-pengikut yang beriman, bersikap baik keapad mereka, dan ikut menggung kesusahan yang mereka mau menerima nasehat.
Pada pembahasan berikut penulis akan memaparkan beberapa penafsiran QS. At Tahrim/66: 6 oleh para ulama dan teori modern yang terkait. Corak penafsiran dalam makalah ini dengan metode tafsir bi al-ma’tsur (tafsir bi al-riwayah/bil-manqul). Tafsir bi al-ma’tsur adalah menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an sendiri atau dengan as-Sunnah, dan atau dengan keterangan sahabat[1].

B.  RUMUSAN MASALAH
1.    Bagaimana lafal QS. At Tahrim/66: 6 dan terjemahnya?
2.    Bagaimana tafsir QS. At Tahrim/66: 6?
3.    Bagaimana teori yang terkait dengan QS. At Tahrim/66: 6?
4.    Bagaimana penerapan QS. At Tahrim/66: 6 di masa sekarang?

C.  PEMBAHASAN
1.    Lafal Ayat dan Terjemah
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٞ شِدَادٞ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ ٦
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim/66: 6)

Terjemah Mufrodat[2]
No.
Lafal
Makna
No.
Lafal
Makna
1.
يَاَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا
Hai orang-orang yang beriman
9.
عَلَيْهَا
Atasnya
2.
قُوْا
Peliharalah
10.
مَلاَئِكَةٌ
Malaikat
3.
اَنْفُسَكُمْ
Diri kalian
11.
غِلَاظٌ
Kasar
4.
وَاَهْلِيْكُمْ
Dan keluarga kalian
12.
شِدَادٌ
Keras
5.
نَارًا
Api (neraka)
13.
لَايَعْصُوْنَ
Tidak durhaka
6.
وَقُوْدُهَا
Yang bahan bakarnya
14.
مَااَمَرَهُمْ
Apa yang Dia perintahkan
7.
النَّاسُ
manusia
15.
يَفْعَلُوْنَ
Berbuat
8.
وَالْحِجَارَةُ
Dan batu
16.
مَايُؤْمَرُوْنَ.
Selalu mengerjakan

2.    Pembahasan Tafsir
a.    Tafsir fi Dzilalil Qur’an
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah SWT. Mereka juga diperintahkan untuk mengajarkan kepada keluarganya agar taat dan patuh kepada perintah Allah SWT untuk menyelamatkan mereka dari api neraka. Di antara cara menyelamatkan diri dari api neraka itu ialah mendirikan salat dan bersabar[3], sebagaimana firman Allah SWT.
وَأْمُرْ اَهْلَكَ باِلصَّلاَةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakannya. (Taha/20: 132)
وَاَنْذِرْ عَشِيْرَتَكَ الاَقْرَبِيْنَ
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat. (Asy-Syura/26: 214)

Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke-6 ini turun, Umar berkata, “Wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?” Rasulullah SAW. menjawab, “Larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya, dan perintahkan mereka melakukan apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Begitulah caranya menyelamatkan mereka dari api neraka. Neraka itu dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang pemimpinnya berjumlah sembilan belas malaikat. Mereka diberi kewenangan mengadakan penyiksaan di dalam neraka. Mereka adalah malaikat yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya.[4]
b.    Tafsir Al Misbah
Dalam suasana peristiwa yang terjadi di rumah tangga Nabi SAW. seperti diuraikan oleh ayat-ayat yang lalu, ayat di atas memberi tuntunan kepada kaum beriman bahwa: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kamu antara lain dengan meneladani Nabi SAW. dan pelihara juga keluarga kamu yakni istri, anak-anak dan seluruh yang berada di bawah tanggung jawab kamu dengan membimbing dan mendidik mereka agar kamu semua terhindar dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia-manusia yang kafir dan juga batu-batu antara lain yang dijadikan berhala-berhala. Di atasnya yakni yang menangani neraka itu dan bertugas menyiksa penghuni-penghuninya adalah malaikat-malaikat yang kasar-kasarhati dan perlakuannya, yang keras-keras perlakuannya dalam melaksanakan tugas penyiksaan, yang tidak mendurhakai Allah menyangkut apa yang Dia perintahkan kepada mereka sehingga siksa yang mereka jatuhkan – kendati mereka kasar – tidak kurang dan tidak juga berlebih dari apa yang diperintahkan Allah, yakni sesuai dengan dosa dan kesalahan masing-masing penghuni neraka dan mereka juga senantiasa dan dari saat ke saat mengerjakan dengan mudah apa yang diperintahkan Allah kepada mereka.
Dalam penyiksaan itu, para malaikat tersebut senantiasa juga berkata: Hai orang-orang kafir yang enggan mengakui tuntunan Allah dan Rasul-Nya, janganlah kamu mengemukakan udzur yakni mengajukan dalih untuk memperingan kesalahan dan siksa kamu pada hari ini. Karena kini bukan lagi masanya untuk memohon ampun atau berdalih, ini adalah masa jatuhnya sanksi, sesungguhnya kamu saat ini hanya diberi balasan sesuai apa yang kamu dahulu ketika hidup di dunia selalu kerjakan.
Ayat enam di atas menggambarkan bahwa dakwah dan pendidikan harus bermula dari rumah. Ayat di atas walau secara redaksional tertuju kepada kaum pria (ayah), tetapi itu bukan berarti hanya tertuju kepada mereka. Ayat ini tertuju kepada perempuan dan lelaki (ayah dan ibu) sebagaimana ayat-ayat yang serupa (misalnya ayat yang memerintahkan berpuasa) yang juga tertuju kepada lelaki dan perempuan. Ini berarti kedua orangtua bertanggung jawab terhadap anak-anak dan juga pasangan masing-masing sebagaimana masing-masing bertanggung jawab atas kelakuannya. Ayah atau ibu sendiri tidak cukup untuk menciptakan satu rumah tangga yang diliputi oleh nilai-nilai agama serta dinaungi oleh hubungan yang harmonis.
Malaikat yang disifati dengan غلاظ (kasar) bukanlah dalam arti kasar jasmaninya sebagaimana dalam beberapa kitab tafsir, karena malaikat adalah makhluk halus yang tercipta dari cahaya. Atas dasar ini, kata tersebut harus dipahami dalam arti kasar perlakuannya atau ucapannya. Mereka telah diciptakan Allah khusus untuk menangani neraka. “Hati” mereka tidak iba atau tersentuh oleh rintihan, tangis atau permohonan belas kasih, mereka diciptakan Allah dengan sifat sadis.[5]
c.    Tafsir Al Azhar
Sesudah Tuhan memberikan beberapa bimbingan tentang rumah tangga Rasulullah SAW., maka Tuhan pun menghadapkan seruan-Nya kepada orang-orang yang beriman bagaimana pula sikap mereka dalam menegakkan rumah tangga.
 “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah diri-diri kamu dan keluarga-keluarga kamu dari api neraka.” Di pangkal ayat ini jelas bahwa semata-mata mengaku beriman saja belumlah cukup. Iman mestilah dipelihara dan dipupuk, terutama sekali dengan dasar iman hendaklah orang menjaga keselamatan diri dan seisi rumah tangga dari api neraka. Yang alat penyalanya ialah manusia dan batu. Batu-batu adalah barang yang tidak berharga yang tercampak dan tersebar dimana-mana. Batu itulah yang akan dipergunakan untuk jadi kayu penyalakan api neraka. Manusia yang durhaka kepada Tuhan, yang hidup di dunia ini tiada bernilai karena telah dipenuhi oleh dosa, sudah samalah keadaannya dengan batu-batu yang berserak –serak di tengah pasir. “Yang di atasnya ialah malaikat-malaikat yang kasar lagi keras sikap”. Disebut di atasnya karena Allah memberikan kekuasaan kepada malaikat-malaikat itu menjaga dan mengawal neraka itu, agar apinya selalu menyala, agar alat penyalanya selalu sedia, baik batu ataupun manusia.[6]
Ujung ayat menunjukkan bagaimana keras disiplin dan peraturan yang dijalankan dan dijaga oleh malaikat-malaikat itu. Nampaklah bahwa mereka semuanya hanya semata-mata menjalankan perintah Allah dengan patuh dan setia, tidak membantah.
Dari rumah tangga itulah dimulai menanamkan Iman dan memupuk Islam. Karena dari rumah tangga itulah akan terbentuk umat. Dari dalam umat itulah akan tegak masyarakat Islam. Masyarakat Islam adalah suatu masyarakat yang bersamaan pandangan hidup, bersamaan penilaian terhadap Islam.
Oleh sebab itu, maka seseorang yang beriman tidak bolehlah pasif, artinya berdiam diri dan menunggu-menunggu saja. Nabi sudah menjelaskan tanggungjawab dalam menegakkan Iman menurut Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim.
Yang mula-mula sekali diperingatkan ialah supaya memelihara diri sendiri lebih dahulu supaya jangan masuk neraka. Setelah itu memelihara rumah tangga, istri, dan anak.
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِيْ عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى اَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِيْ بَيْتِ زَوْجِهَا وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا.
“Tiap-tiap kamu itu ialah penggembala dan tiap-tiap kamu akan ditanyai tentang apa yang digembalakannya. Imam yang mengimami orang banyak adalah penggembala, dan dia akan ditanyai tentang orang-orang yang digembalakannya itu. Dan seorang laki-laki adalah penggembala terhadap keluarganya, dan dia pun akan ditanyai tentang penggembalaannya. Dan seorang perempuan adalah penggembala dalam rumah suaminya, dan dia pun akan ditanyai tentang apa yang digembalakannya.”. (Muttafaq ‘alaih)
Dalam hadits yang shahih di atas bahwa tanggungjawab terletak di atas pundak tiap-tiap orang menurut ukuran apa yang ditanggungjawabinya, akan ditanya tentang penggembalaannya terhadap ahlinya, yaitu istri dan anak-anaknya. Kadang-kadang seseorang memikul tanggungjawab sampai rangkap dua. Jika ia imam dalam satu masyarakat dan dia pun suami dalam satu keluarga, maka keduanya pun di bawah tanggungjawabnya.
Supaya diri seseorang mempunyai pengaruh, berwibawa, disegani, hendaklah perangai dan tingkah lakunya dapat dijadikan contoh oleh anak dan istrinya. Dapatlah hendaknya dia jadi kebanggaan dan kemegahan bagi keluarga. Dan itu belum cukup, maka hendaklah dia membimbing istrinya, menuntunnya.
Setelah ayat perintah agar seorang mukmin memelihara diri dan ahlinya dari nyala api neraka ini turun, bertanyalah sayyidina Umar bin Khattab kepada Rasulullah SAW. : “Kita telah memelihara diri sendiri dari api neraka, dan bagaimana pula caranya kita memelihara ahli kita dari neraka ?”
Rasulullah SAW. menjawab:
تَنْهَوْنَهُمْ عَمَّا نَهَاكُمُ اللهُ وَتَأْمُرُوْنَهُمْ بِمَا أَمَرَ اللهُ
Kamu laranglah mereka dari segala perbuatan yang dilarang Allah dan kamu suruhlah mereka mengerjakan apa yang diperintahkan Allah”. (H.R. Al-Qusyairi, dalam tafsir Al-Qurthubi)
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim ada disebutkan bahwa kalau Nabi akan mengerjakan shakat witir , beliau bangunkan pula istrinya. Dicatat oleh Muslim ucapan Beliau yang dirawikan oleh Aisyah:
قُوْمِيْ فَأَوْتِرِيْ يَاعَائِشَةُ
Seakan-akan terlihat oleh kita bagaimana Nabi SAW. yang bersikap halus dan lemah lembut, dengan istrinya itu membangunkan Aisyah yang usianya masih muda, untuk sama-sama mengerjakan tahajud, rasa-rasa terlihat oleh kita Aisyah menguap melawan matanya yang mengantuk, namun ia terus juga mengambil wudhu untuk sembahyang atau mandi janabat lebih dahulu, lalu berwitir pula.
Selanjutya bilamana kedua suami istri dianugerahi oleh Allah anak, maka menjadi kewajiban pulalah bagi si ayah memilihkan nama yang baik buat dia, mengajarnya menulis dan membaca, dan jika telah datang waktunya, lekas peristrikan jika laki-laki dan lekas persuamikan jika perempuan.
Sebagaimana telah kita katakan sejak semula tadi, dari rumah tangga, atau dari gabungan hidup suami istri itulah umat akan dibentuk. Suami istri mendirikan rumah tangga, menurunkan anak-anak dan cucu, diiringkan oleh para pembantu dan nelayan. Dari sini akan bergabung menjadi kampung, teratak dan dusun, kota dan negeri, akhirnya sampai pada suatu negara dan umumnya ialah masyarakat.
Maka dapatlah kita maklumi betapa hebat dan besarnya gelombang perusak masyarakat Islam itu yang kita hadapi di zaman ini. Pemuda dan pemudi bebas bergaul, sedang orangtuanya sudah sangat lemah bahkan ada yang telah padam semangat beragama itu pada dirinya. Dalam zaman sekarang kian banyak laki-laki yang tidak memperdulikan lagi shalat lima waktu dan istrinya pun tidak mengetahui perbedaan mandi biasa dengan mandi janabat, kehidupan kebendaan, yang hanya terpukau kepada kemegahan yang dangkal menyebabkan rumah tangga tidak bercorak Islam lagi, dan anak-anak dari hasil pergaulan seperti itu menjadi kosong. Mudah saja mereka berpindah agama karena ingin kawin. Dan setelah perkawinan dilangsungkan sari cinta dan belas kasihan yang murni sudah habis. Keislaman sudah hanya tingga dalam catatan kartu penduduk saja.
Inilah yang diancam dengan api neraka, yang akan dinyalakan dengan manusia dan batu-batu, dijaga, dan dikawal oleh malaikat-malaikat yang kasar dank eras sikapnya, tidak pernah merubah apa yang diperintahkan Allah dan patut melaksanakan apa yang diperintahkan.[7]

3.    Teori yang Terkait
Pada prinsipnya keluarga dalam berbagai referensi hampir sama, perbedaannya terletak dalam pengungkapannya saja. Silviciond dan Arocelis, misalnya, mengemukakan keluarga adalah dua atau lebih dari individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan dan pengangkatan, yang mereka hidupnya dalam suatu rumah, berinteraksi satu sama laindan perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan satu budayanya.
Pendidikan Islam itu sendiri adalah pendidikan yang berdasarkan Islam. Isi ilmu adalah teori.misalnya Isi ilmu bumi adalah teori tentang bumi. Maka isi ilmu pendidikan adalah teori-teori tentang pendidikan, Ilmu pendidikan Islam secara lengkap isi suatu ilmu bukanlah hanya teori.
Pendidikan keluarga pada hakikatnya di mulai sejak pemilihan atau penentuan jodoh. Nabi Muhammad menitik beratkan agar memilih jodoh yang kuat iman dan kesalehanya. Sebab suami dan istri atau ayah dan ibu mempunyai peran yang sangat penting dalam mendidik keluarga. Nabi bersabda “setiap anak itu terlahir dengan keadaan fitrah, maka ibu dan ayahnua lah yang membuat anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi”.[8]
Ada tiga tahap yang sangat penting yang harus di lakukan oleh orang tua terhadap anak-anaknya . pertama, ketika seorang ibu sedang mengandung. Pada saat kehamilan itu , orang tua terutama ibu mesti meningkatkan intensitas dan kualitas komunikasiya dengan Allah karena bagaimanapun juga kondisi orang tua dapat mempengaruhi janin dalam kandunganya. Kedua, setelah lahir ia jga mesti di komunikasikan kepada Allah. Nabi mengajarkan, agar orang tua mengadzankan dan mengiqamahkan anak yang baru lahir. Dan tahap ketiga, ketika anak sudah mulai dibesarkan dari hari kehari dan seterusnya, ia mesti tumbuh dan berkembang dalam kesalehan lingkungan keluarga. 
Tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak di isyaratkan dengan kewajiban anak untuk berbakti kepada kedua orang tuanya, sebagai balas jasa atas jari payah dalam mendidiknya semenjak masih dalam kandungan.[9]
Allah SWT. menganjurkan agar kehidupan keluarga menjadi bahan pemikiran setiap insan dan hendaknya darinya dapat ditarik pelajaran berharga. Menurut pandangan Al-Qur`an, kehidupan kekeluargaan, di samping menjadi salah satu tanda dari sekian banyak tanda-tanda kebesaran Ilahi, juga merupakan nikmat yang harus dapat dimanfaatkan sekaligus di syukuri. Demi terciptanya kehidupan keluarga yang harmonis dan dapatnya unit terkecil dari suatu negara itu menjalankan fungsinya dengan baik, Islam malalui syariatnya menetapkan sekian banyak petunjuk dan peraturan.[10]
Kehidupan keluarga, diibaratkan sebagai satu bangunan, demi terpeliharanya bangunan itu dari hantaman badai dan goncangan gempa, maka ia harus didirikan di atas satu fondasi yang kuat dengan bahan bangunannya yang kokoh serta jalinan perekat yang lengket.[11]
Keluarga adalah “umat kecil” yang memiliki pimpinan dan anggota, mempunyai pembagian tugas dan kerja, serta hak dan kewajiban bagi masing-masing anggotanya. “umat besar” atau suatu negara juga demikian pula halnya. Al-Qur`an menamakan satu komunitas sebagai umat, dan menamakan ibu yang melahirkan anak keturunan sebagai umm. Keluarga adalah sekolah tempat putra-putri bangsa belajar. Dari sana mereka mempelajari sifat-sifat mulia, seperti kesetiaan, rahmat, dan kasih sayang, ghirah (kecemburuan positif) dan sebagainya. Dari kehidupan keluarga, seorang ayah dan suami memperoleh and memupuk sifat keberanian dan keuletan sikap dan upaya dalam rangka membela sanak keluarganya dan membahagiakan mereka pada saat hidupnya dan setelah kematiannya. Keluarga adalah unit terkecil yang menjadi pendukung dan pembangkit lahirnya bangsa dan masyarakat. Selama pembangkit itu mampu menyaurkan arus yang kuat lagi sehat, selama itu pula masyarakat bangsa akan menjadi sehat dan kuat. Memang, keluarga mempunyai andil yang besar bagi bangun-runtuhnya suatu masyarakat. Walaupun harus diakui pula bahwa masyarakat secara keseluruhan dapat mempengaruhi keadaan para keluarga.[12]
Suatu keluarga – sebagimana halnya suatu bangsa – tidak dapat hidup tenang dasn bahagia tanpa suatu peraturan , kendali dan disiplin yang tinggi. Kepincangan dalam melakukan peraturan mengakibatkan kepincangan dalam kehidupan. Memimpin rumah tangga adalah satu tanggung jawab, demikian juga memimpin bangsa. Kepamimpinan suatu bangsa tidak mungkin mencapai sukses apabila langkah pemimpin-pemimpin daerah tidak searah dengan kepemimpinan pusat. Kepemimpinan di setiap wilayah atau daerah tidak akan berhasil apabila langkah-langkah keluarga bertentangan denganlangkah pemimpin daerah itu. Demikian terlihat keterkaitan yang erat antara langkah keluarga dengan langkah seluruh bangsa dalam satu negara. Dan demikian pula terbukti betapa keluarga merupakan tulang punggung bagi tegaknya suatu bangsa. Kepemimpinan, betapapun kecil dan sederhananya, membutuhkan perhitungan yang tepat. Jangankan mengelola satu bangsa, atau bahkan keluarga kecil, mengurus satu perjamuan kecil pun mengharuskan adanya perhitungan, kemudian keseimbangan dan keserasian antara jumlah undangan, kapasitas ruangan, serta konsumsi dan waktu penyelenggaraan. Persoalan ini sudah tidak asing lagi bagi kita semua. Hanya sayangnya, dalam persoalan keluarga ia sering terlupakan, padahal agama menekankan pentingnya perhitungan dan keseimbangan itu. Allah SWT mengelola alam raya ini dengan penuh keteraturan, keseimbangan, keserasian dan perhitungan yang sangat teliti.[13] Pengaturan dan keseimbangan dalam kehidupan keluarga dituntun oleh ajaran Islam. Hal tersebut lahir dari rasa cinta terhadap anak keturunan dan tanggung jawab terhadap generasi. Bukankah Al-Qur`an menamakan anak sebagai “qurrah a’yun” (buah hati yang menyejukkan) (Q.S. 25:74) serta “zinah hayah al-dunya” (hiasan kehidupan dunia) (Q.S. 18:46). Demikianlah, terlihat betapa besar peranan keluarga dan betapa keberhasilan kita secara perorangan atau kolektif, secara pribadi atau sebagai bangsa, di dunia dan akhirat kelak, banyak sekali ditentukan oleh keberhasilan kita dalam keluarga masing-masing.[14]

4.    Penerapan QS. At Tahrim/66: 6
Fenomena pada masa kini menunjukkan bahwa banyak lingkungan keluarga yang tidak berperilaku sesuai dengan aturan agama. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya perceraian, perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga, penelantaran dan hubungan buruk anak dengan orang tua, berakibat pada hilangnya nilai-nilai pendidikan dalam keluarga yang bertujuan untuk menyelamatkan keluarga dari api neraka.
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama bagi anak. Jika keluarganya baik maka ia akan menjadi baik, begitu pula sebaliknya. Anak merupakan aset yang sangat berharga, tidak hanya bagi para orang tua tetapi juga bagi bangsa dan negara. Di tangannya nasib bangsa ini ditentukan. Pendidikan keluarga merupakan bekal bagi seorang anak menjalani kehidupannya. Pendidikan keluarga dapat dilakukan dengan cara memberikan pengetahuan, bimbingan, nasehat kepada keluarga tentang agama. Hal ini menjadi kewajiban yang sangat urgen mengingat keluarga adalah satuan terkecil kehidupan masyarakat yang dapat menentukan baik tidaknya suatu kaum.

D.  KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kandungan surah At Tahrim ayat 6 mengajarkan kepada kita tentang perintah berdakwah kepada kaum kerabat dengan dimulai dari diri sendiri dan keluarga.
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah SWT. Mereka juga diperintahkan untuk mengajarkan kepada keluarganya agar taat dan patuh kepada perintah Allah SWT untuk menyelamatkan mereka dari api neraka karena keluarga merupakan amanat yang harus dipelihara kesejahteraannya baik jasmani maupun ruhani. Selain itu, kandungan ayat ini adalah dakwah dan pendidikan harus bermula dari rumah. Ayat di atas walau secara redaksional tertuju kepada kaum pria (ayah), tetapi itu bukan berarti hanya tertuju kepada mereka. Ayat ini tertuju kepada perempuan dan lelaki (ayah dan ibu) sebagaimana ayat-ayat yang serupa (misalnya ayat yang memerintahkan berpuasa) yang juga tertuju kepada lelaki dan perempuan. Ini berarti kedua orangtua bertanggung jawab terhadap anak-anak dan juga pasangan masing-masing sebagaimana masing-masing bertanggung jawab atas kelakuannya. Ayah atau ibu sendiri tidak cukup untuk menciptakan satu rumah tangga yang diliputi oleh nilai-nilai agama serta dinaungi oleh hubungan yang harmonis, perlu ada kerjasama dari setiap anggota keluarga dalam membina keluarga yang akan dijauhkan dari api neraka.
Jadi, perintah berdakwah yang pertama kali adalah kepada diri sendiri dan keluarga. Karena dari keluarga itulah akan terbentuk umat. Dari dalam umat itulah akan tegak masyarakat Islam. Masyarakat Islam adalah suatu masyarakat yang bersamaan pandangan hidup, bersamaan penilaian terhadap Islam. Hendaknya dalam berdakwah kita awali dari diri sendiri dan keluarga. Karena dengan diawali dari diri sendiri kita akan menata hidup agar menjadi lebih baik lagi dan menjadi suri tauladan (contoh yang baik) bagi keluarga kita khususnya dan masyarakat pada umumnya.




DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, Al-Qur`an Terjemah Per-kata, Bandung : Syamil Cipta Media, 2007.
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XXVIII, Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1985.
Mukhtar, Naqiyah, Ulumul Qur’an, Purwokerto: STAIN Press, 2013.
Munir, Ahmad, Tafsir Tarbawi, Yogyakarta: SUKSES Offset, 2008.
Quthb, Sayyid, Tafsir Fi Dzilalil Qur’an Jakarta: Gema Insani Press, 2001.
Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur`an : Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung : Mizan, 1994.
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Yusuf, Kadar M., Tafsir Tarbawi, Jakarta : Amzah, 2003.




[1] Naqiyah Mukhtar, Ulumul Qur’an, (Purwokerto: STAIN Press, 2013), hlm. 164
[2] Departemen Agama RI, Al-Qur`an Terjemah Per-kata, (Bandung : Syamil Cipta Media, 2007), hlm. 560.
[3] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Dzilalil Qur’an (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 204.
[4] Sayyid Quthb, Tafsir..., hlm. 205.
[5] M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 327.
[6] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XXVIII (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1985), hlm. 309.
[7] Hamka, Tafsir..., hlm. 314.
[8] Kadar M.Yusuf, Tafsir Tarbawi, (Jakarta : Amzah, 2003), hal.157-161
[9] Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi, (Yogyakarta: SUKSES Offset, 2008), hal.115
[10] M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur`an : Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung : Mizan, 1994), hlm. 253.
[11] M. Quraish Shihab, Membumikan..., hlm. 254.
[12] M. Quraish Shihab, Membumikan..., hlm. 255.
[13] M. Quraish Shihab, Membumikan..., hlm. 256.
[14] M. Quraish Shihab, Membumikan..., hlm. 257.
 
;