A.
PENDAHULUAN
Al Qur’an
sebagai kalamullah (firman Allah) adalah mutlak kebenarannya, berlaku sepanjang
zaman, dan mengandung ajaran serta petunjuk tentang berbagai hal yang berkaitan
dengan kehidupan manusia di dunia ini dan di akhirat nanti. Ajaran dan petunjuk
Al Qur’an tersebut berkaitan dengan berbagai konsep yang amat dibutuhkan oleh
umat manusia dalam mengarungi kehidupannya di dunia ini dan di akhirat kelak.
Al Qur’an
berbicara tentang berbagai hal, seperti aqidah, ibadah, mu’amalah berbicara
pula tentang pendidikan. Namun demikian, Al Qur’an bukanlah kitab suci yang
siap pakai, dalam arti berbagai konsep yang dikemukakan Al Qur’an tersebut
tidak langsung dapat dihubungkan dengan berbagai masalah tersebut. Ajaran Al
Qur’an tampil dalam sifatnya yang global, ringkas dan general. Untuk dapat
memahami ajaran Al Qur’an tentang berbagai masalah tersebut mau tidak mau
seseorang harus melewati jalur tafsir sebagaimana telah di lakukan para ulama.
Dalam sebuah
pendidikan tentunya terdapat sebuah subyek, obyek dan sarana-sarana lain yang
sekiranya dapat membantu terselenggaranya sebuah pendidikan. Allah SWT telah
memerintahkan kepada Rasul-Nya yang mulia, di dalam ayat-ayat yang jelas ini,
agar dia memberikan peringatkan kepada keluarga dan sanak kerabat dulu kemudian
kepada seluruh umat manusia agar tidak seorang pun yang berprasangka jelek
kepada nabi, keluarga dan sanak kerabatnya. Jika dia memulai dengan memberikan
peringatan kepada kelurga dan sanak kerabatnya, maka hal itu akan lebih
bermanfaat dan seruannya akan lebih berhasil. Allah juga menyuruh agar bersikap
tawadhu kepada pengikut-pengikut yang beriman, bersikap baik keapad mereka, dan
ikut menggung kesusahan yang mereka mau menerima nasehat.
Pada pembahasan berikut penulis akan memaparkan beberapa penafsiran
QS. At Tahrim/66: 6 oleh para ulama dan teori modern yang terkait. Corak
penafsiran dalam makalah ini dengan metode tafsir bi al-ma’tsur (tafsir bi
al-riwayah/bil-manqul). Tafsir bi al-ma’tsur adalah menjelaskan
ayat-ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an sendiri atau dengan as-Sunnah, dan
atau dengan keterangan sahabat.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana
lafal QS. At Tahrim/66: 6 dan terjemahnya?
2.
Bagaimana
tafsir QS. At Tahrim/66: 6?
3.
Bagaimana
teori yang terkait dengan QS. At Tahrim/66: 6?
4.
Bagaimana
penerapan QS. At Tahrim/66: 6 di masa sekarang?
C.
PEMBAHASAN
1.
Lafal
Ayat dan Terjemah
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ
وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٞ شِدَادٞ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ
مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ ٦
“Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim/66: 6)
No.
|
Lafal
|
Makna
|
No.
|
Lafal
|
Makna
|
1.
|
يَاَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا
|
Hai
orang-orang yang beriman
|
9.
|
عَلَيْهَا
|
Atasnya
|
2.
|
قُوْا
|
Peliharalah
|
10.
|
مَلاَئِكَةٌ
|
Malaikat
|
3.
|
اَنْفُسَكُمْ
|
Diri
kalian
|
11.
|
غِلَاظٌ
|
Kasar
|
4.
|
وَاَهْلِيْكُمْ
|
Dan
keluarga kalian
|
12.
|
شِدَادٌ
|
Keras
|
5.
|
نَارًا
|
Api (neraka)
|
13.
|
لَايَعْصُوْنَ
|
Tidak durhaka
|
6.
|
وَقُوْدُهَا
|
Yang bahan
bakarnya
|
14.
|
مَااَمَرَهُمْ
|
Apa yang Dia perintahkan
|
7.
|
النَّاسُ
|
manusia
|
15.
|
يَفْعَلُوْنَ
|
Berbuat
|
8.
|
وَالْحِجَارَةُ
|
Dan batu
|
16.
|
مَايُؤْمَرُوْنَ.
|
Selalu mengerjakan
|
2.
Pembahasan
Tafsir
a.
Tafsir
fi Dzilalil Qur’an
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar menjaga
dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu,
dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah SWT. Mereka juga
diperintahkan untuk mengajarkan kepada keluarganya agar taat dan patuh kepada
perintah Allah SWT untuk menyelamatkan mereka dari api neraka. Di antara cara menyelamatkan
diri dari api neraka itu ialah mendirikan salat dan bersabar, sebagaimana
firman Allah SWT.
وَأْمُرْ اَهْلَكَ
باِلصَّلاَةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam
mengerjakannya. (Taha/20: 132)
وَاَنْذِرْ
عَشِيْرَتَكَ الاَقْرَبِيْنَ
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat.
(Asy-Syura/26: 214)
Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke-6 ini turun, Umar berkata, “Wahai
Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?”
Rasulullah SAW. menjawab, “Larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang
mengerjakannya, dan perintahkan mereka melakukan apa yang diperintahkan Allah
kepadamu. Begitulah caranya menyelamatkan mereka dari api neraka. Neraka itu
dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang pemimpinnya berjumlah sembilan
belas malaikat. Mereka diberi kewenangan mengadakan penyiksaan di dalam neraka.
Mereka adalah malaikat yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya.
b.
Tafsir
Al Misbah
Dalam suasana peristiwa
yang terjadi di rumah tangga Nabi SAW. seperti diuraikan oleh ayat-ayat yang
lalu, ayat di atas memberi tuntunan kepada kaum beriman bahwa: Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah diri kamu antara lain dengan meneladani
Nabi SAW. dan pelihara juga keluarga kamu yakni istri,
anak-anak dan seluruh yang berada di bawah tanggung jawab kamu dengan
membimbing dan mendidik mereka agar kamu semua terhindar dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia-manusia yang kafir dan juga
batu-batu antara lain yang dijadikan berhala-berhala. Di atasnya yakni
yang menangani neraka itu dan bertugas menyiksa penghuni-penghuninya
adalah malaikat-malaikat yang kasar-kasarhati dan
perlakuannya, yang keras-keras perlakuannya dalam melaksanakan
tugas penyiksaan, yang tidak mendurhakai Allah menyangkut apa yang Dia
perintahkan kepada mereka sehingga siksa yang mereka jatuhkan –
kendati mereka kasar – tidak kurang dan tidak juga berlebih dari apa yang
diperintahkan Allah, yakni sesuai dengan dosa dan kesalahan masing-masing
penghuni neraka dan mereka juga senantiasa dan dari saat ke
saat mengerjakan dengan mudah apa yang diperintahkan Allah
kepada mereka.
Dalam penyiksaan itu,
para malaikat tersebut senantiasa juga berkata: Hai orang-orang kafir yang
enggan mengakui tuntunan Allah dan Rasul-Nya, janganlah kamu mengemukakan udzur
yakni mengajukan dalih untuk memperingan kesalahan dan siksa kamu pada hari
ini. Karena kini bukan lagi masanya untuk memohon ampun atau berdalih, ini
adalah masa jatuhnya sanksi, sesungguhnya kamu saat ini hanya diberi balasan
sesuai apa yang kamu dahulu ketika hidup di dunia selalu kerjakan.
Ayat enam di atas menggambarkan bahwa dakwah dan pendidikan harus bermula
dari rumah. Ayat di atas walau secara redaksional tertuju kepada kaum pria
(ayah), tetapi itu bukan berarti hanya tertuju kepada mereka. Ayat ini tertuju
kepada perempuan dan lelaki (ayah dan ibu) sebagaimana ayat-ayat yang serupa
(misalnya ayat yang memerintahkan berpuasa) yang juga tertuju kepada lelaki dan
perempuan. Ini berarti kedua orangtua bertanggung jawab terhadap anak-anak dan
juga pasangan masing-masing sebagaimana masing-masing bertanggung jawab atas
kelakuannya. Ayah atau ibu sendiri tidak cukup untuk menciptakan satu rumah
tangga yang diliputi oleh nilai-nilai agama serta dinaungi oleh hubungan yang
harmonis.
Malaikat yang disifati dengan غلاظ (kasar)
bukanlah dalam arti kasar jasmaninya sebagaimana dalam beberapa kitab tafsir,
karena malaikat adalah makhluk halus yang tercipta dari cahaya. Atas dasar ini, kata tersebut harus dipahami
dalam arti kasar perlakuannya atau ucapannya. Mereka telah diciptakan Allah
khusus untuk menangani neraka. “Hati” mereka tidak iba atau tersentuh oleh
rintihan, tangis atau permohonan belas kasih, mereka diciptakan Allah dengan
sifat sadis.
c.
Tafsir
Al Azhar
Sesudah
Tuhan memberikan beberapa bimbingan tentang rumah tangga Rasulullah SAW., maka
Tuhan pun menghadapkan seruan-Nya kepada orang-orang yang beriman bagaimana
pula sikap mereka dalam menegakkan rumah tangga.
“Wahai
orang-orang yang beriman! Peliharalah diri-diri kamu dan keluarga-keluarga kamu
dari api neraka.” Di pangkal ayat ini jelas bahwa semata-mata mengaku beriman
saja belumlah cukup. Iman mestilah dipelihara dan dipupuk, terutama sekali
dengan dasar iman hendaklah orang menjaga keselamatan diri dan seisi rumah
tangga dari api neraka. Yang alat penyalanya ialah manusia dan batu. Batu-batu
adalah barang yang tidak berharga yang tercampak dan tersebar dimana-mana. Batu
itulah yang akan dipergunakan untuk jadi kayu penyalakan api neraka. Manusia
yang durhaka kepada Tuhan, yang hidup di dunia ini tiada bernilai karena telah
dipenuhi oleh dosa, sudah samalah keadaannya dengan batu-batu yang berserak
–serak di tengah pasir. “Yang di atasnya ialah malaikat-malaikat yang kasar
lagi keras sikap”. Disebut di atasnya karena Allah memberikan kekuasaan kepada
malaikat-malaikat itu menjaga dan mengawal neraka itu, agar apinya selalu
menyala, agar alat penyalanya selalu sedia, baik batu ataupun manusia.
Ujung ayat
menunjukkan bagaimana keras disiplin dan peraturan yang dijalankan dan dijaga
oleh malaikat-malaikat itu. Nampaklah bahwa mereka semuanya hanya semata-mata
menjalankan perintah Allah dengan patuh dan setia, tidak membantah.
Dari rumah
tangga itulah dimulai menanamkan Iman dan memupuk Islam. Karena dari rumah
tangga itulah akan terbentuk umat. Dari dalam umat itulah akan tegak masyarakat
Islam. Masyarakat Islam adalah suatu masyarakat yang bersamaan pandangan hidup,
bersamaan penilaian terhadap Islam.
Oleh sebab
itu, maka seseorang yang beriman tidak bolehlah pasif, artinya berdiam diri dan
menunggu-menunggu saja. Nabi sudah menjelaskan tanggungjawab dalam menegakkan
Iman menurut Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim.
Yang
mula-mula sekali diperingatkan ialah supaya memelihara diri sendiri lebih
dahulu supaya jangan masuk neraka. Setelah itu memelihara rumah tangga, istri,
dan anak.
كُلُّكُمْ
رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِيْ عَلَى
النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى اَهْلِ
بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِيْ بَيْتِ
زَوْجِهَا وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا.
“Tiap-tiap kamu itu ialah penggembala dan tiap-tiap kamu akan ditanyai
tentang apa yang digembalakannya. Imam yang mengimami orang banyak adalah
penggembala, dan dia akan ditanyai tentang orang-orang yang digembalakannya
itu. Dan seorang laki-laki adalah penggembala terhadap keluarganya, dan dia pun
akan ditanyai tentang penggembalaannya. Dan seorang perempuan adalah
penggembala dalam rumah suaminya, dan dia pun akan ditanyai tentang apa yang
digembalakannya.”. (Muttafaq ‘alaih)
Dalam hadits
yang shahih di atas bahwa tanggungjawab terletak di atas pundak tiap-tiap orang
menurut ukuran apa yang ditanggungjawabinya, akan ditanya tentang
penggembalaannya terhadap ahlinya, yaitu istri dan anak-anaknya. Kadang-kadang
seseorang memikul tanggungjawab sampai rangkap dua. Jika ia imam dalam satu
masyarakat dan dia pun suami dalam satu keluarga, maka keduanya pun di bawah
tanggungjawabnya.
Supaya diri
seseorang mempunyai pengaruh, berwibawa, disegani, hendaklah perangai dan
tingkah lakunya dapat dijadikan contoh oleh anak dan istrinya. Dapatlah
hendaknya dia jadi kebanggaan dan kemegahan bagi keluarga. Dan itu belum cukup,
maka hendaklah dia membimbing istrinya, menuntunnya.
Setelah ayat perintah agar seorang mukmin memelihara
diri dan ahlinya dari nyala api neraka ini turun, bertanyalah sayyidina Umar
bin Khattab kepada Rasulullah SAW. : “Kita telah memelihara diri sendiri dari
api neraka, dan bagaimana pula caranya kita memelihara ahli kita dari neraka ?”
Rasulullah SAW.
menjawab:
تَنْهَوْنَهُمْ
عَمَّا نَهَاكُمُ اللهُ وَتَأْمُرُوْنَهُمْ بِمَا أَمَرَ اللهُ
“Kamu laranglah mereka dari segala perbuatan yang dilarang Allah dan kamu
suruhlah mereka mengerjakan apa yang diperintahkan Allah”. (H.R. Al-Qusyairi,
dalam tafsir Al-Qurthubi)
Dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Muslim ada disebutkan bahwa kalau Nabi akan
mengerjakan shakat witir , beliau bangunkan pula istrinya. Dicatat oleh Muslim
ucapan Beliau yang dirawikan oleh Aisyah:
قُوْمِيْ
فَأَوْتِرِيْ يَاعَائِشَةُ
Seakan-akan terlihat oleh kita bagaimana Nabi SAW.
yang bersikap halus dan lemah lembut, dengan istrinya itu membangunkan Aisyah
yang usianya masih muda, untuk sama-sama mengerjakan tahajud, rasa-rasa
terlihat oleh kita Aisyah menguap melawan matanya yang mengantuk, namun ia
terus juga mengambil wudhu untuk sembahyang atau mandi janabat lebih dahulu,
lalu berwitir pula.
Selanjutya bilamana kedua suami istri dianugerahi oleh
Allah anak, maka menjadi kewajiban pulalah bagi si ayah memilihkan nama yang
baik buat dia, mengajarnya menulis dan membaca, dan jika telah datang waktunya,
lekas peristrikan jika laki-laki dan lekas persuamikan jika perempuan.
Sebagaimana
telah kita katakan sejak semula tadi, dari rumah tangga, atau dari gabungan
hidup suami istri itulah umat akan dibentuk. Suami istri mendirikan rumah
tangga, menurunkan anak-anak dan cucu, diiringkan oleh para pembantu dan
nelayan. Dari sini akan bergabung menjadi kampung, teratak dan dusun, kota dan
negeri, akhirnya sampai pada suatu negara dan umumnya ialah masyarakat.
Maka dapatlah kita maklumi betapa hebat dan besarnya gelombang perusak masyarakat
Islam itu yang kita hadapi di zaman ini. Pemuda dan pemudi bebas bergaul,
sedang orangtuanya sudah sangat lemah bahkan ada yang telah padam semangat
beragama itu pada dirinya. Dalam zaman sekarang kian banyak laki-laki yang
tidak memperdulikan lagi shalat lima waktu dan istrinya pun tidak mengetahui
perbedaan mandi biasa dengan mandi janabat, kehidupan kebendaan, yang hanya
terpukau kepada kemegahan yang dangkal menyebabkan rumah tangga tidak bercorak
Islam lagi, dan anak-anak dari hasil pergaulan seperti itu menjadi kosong.
Mudah saja mereka berpindah agama karena ingin kawin. Dan setelah perkawinan
dilangsungkan sari cinta dan belas kasihan yang murni sudah habis. Keislaman
sudah hanya tingga dalam catatan kartu penduduk saja.
Inilah yang diancam dengan api neraka, yang akan
dinyalakan dengan manusia dan batu-batu, dijaga, dan dikawal oleh
malaikat-malaikat yang kasar dank eras sikapnya, tidak pernah merubah apa yang
diperintahkan Allah dan patut melaksanakan apa yang diperintahkan.
3.
Teori
yang Terkait
Pada
prinsipnya keluarga dalam berbagai referensi hampir sama, perbedaannya
terletak dalam pengungkapannya saja. Silviciond dan Arocelis, misalnya,
mengemukakan keluarga adalah dua atau lebih dari individu yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan dan pengangkatan, yang mereka hidupnya
dalam suatu rumah, berinteraksi satu sama laindan perannya masing-masing dan
menciptakan serta mempertahankan satu budayanya.
Pendidikan
Islam itu sendiri adalah pendidikan yang berdasarkan Islam. Isi ilmu adalah
teori.misalnya Isi ilmu bumi adalah teori tentang bumi. Maka isi ilmu
pendidikan adalah teori-teori tentang pendidikan, Ilmu pendidikan Islam secara
lengkap isi suatu ilmu bukanlah hanya teori.
Pendidikan
keluarga pada hakikatnya di mulai sejak pemilihan atau penentuan jodoh. Nabi
Muhammad menitik beratkan agar memilih jodoh yang kuat iman dan kesalehanya.
Sebab suami dan istri atau ayah dan ibu mempunyai peran yang sangat penting
dalam mendidik keluarga. Nabi bersabda “setiap anak itu terlahir dengan keadaan
fitrah, maka ibu dan ayahnua lah yang membuat anak itu menjadi Yahudi, Nasrani
atau Majusi”.
Ada tiga
tahap yang sangat penting yang harus di lakukan oleh orang tua terhadap
anak-anaknya . pertama, ketika seorang ibu sedang mengandung. Pada saat
kehamilan itu , orang tua terutama ibu mesti meningkatkan intensitas dan
kualitas komunikasiya dengan Allah karena bagaimanapun juga kondisi orang tua
dapat mempengaruhi janin dalam kandunganya. Kedua, setelah lahir ia jga mesti
di komunikasikan kepada Allah. Nabi mengajarkan, agar orang tua mengadzankan
dan mengiqamahkan anak yang baru lahir. Dan tahap ketiga, ketika anak sudah
mulai dibesarkan dari hari kehari dan seterusnya, ia mesti tumbuh dan
berkembang dalam kesalehan lingkungan keluarga.
Tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak di isyaratkan dengan
kewajiban anak untuk berbakti kepada kedua orang tuanya, sebagai balas jasa
atas jari payah dalam mendidiknya semenjak masih dalam kandungan.
Allah SWT. menganjurkan agar kehidupan keluarga
menjadi bahan pemikiran setiap insan dan hendaknya darinya dapat ditarik
pelajaran berharga. Menurut pandangan Al-Qur`an, kehidupan kekeluargaan, di
samping menjadi salah satu tanda dari sekian banyak tanda-tanda kebesaran
Ilahi, juga merupakan nikmat yang harus dapat dimanfaatkan sekaligus di
syukuri. Demi terciptanya kehidupan keluarga yang harmonis dan dapatnya unit
terkecil dari suatu negara itu menjalankan fungsinya dengan baik, Islam malalui
syariatnya menetapkan sekian banyak petunjuk dan peraturan.
Kehidupan keluarga, diibaratkan sebagai satu bangunan,
demi terpeliharanya bangunan itu dari hantaman badai dan goncangan gempa, maka
ia harus didirikan di atas satu fondasi yang kuat dengan bahan bangunannya yang
kokoh serta jalinan perekat yang lengket.
Keluarga adalah “umat kecil” yang memiliki pimpinan
dan anggota, mempunyai pembagian tugas dan kerja, serta hak dan kewajiban bagi
masing-masing anggotanya. “umat besar” atau suatu negara juga demikian pula
halnya. Al-Qur`an menamakan satu komunitas sebagai umat, dan menamakan ibu yang
melahirkan anak keturunan sebagai umm. Keluarga adalah sekolah
tempat putra-putri bangsa belajar. Dari sana mereka mempelajari sifat-sifat
mulia, seperti kesetiaan, rahmat, dan kasih sayang, ghirah (kecemburuan
positif) dan sebagainya. Dari kehidupan keluarga, seorang ayah dan suami
memperoleh and memupuk sifat keberanian dan keuletan sikap dan upaya dalam
rangka membela sanak keluarganya dan membahagiakan mereka pada saat hidupnya
dan setelah kematiannya. Keluarga adalah unit terkecil yang menjadi pendukung
dan pembangkit lahirnya bangsa dan masyarakat. Selama pembangkit itu mampu
menyaurkan arus yang kuat lagi sehat, selama itu pula masyarakat bangsa akan
menjadi sehat dan kuat. Memang, keluarga mempunyai andil yang besar bagi
bangun-runtuhnya suatu masyarakat. Walaupun harus diakui pula bahwa masyarakat
secara keseluruhan dapat mempengaruhi keadaan para keluarga.
Suatu keluarga – sebagimana halnya suatu bangsa –
tidak dapat hidup tenang dasn bahagia tanpa suatu peraturan , kendali dan
disiplin yang tinggi. Kepincangan dalam melakukan peraturan mengakibatkan
kepincangan dalam kehidupan. Memimpin rumah tangga adalah satu tanggung jawab,
demikian juga memimpin bangsa. Kepamimpinan suatu bangsa tidak mungkin mencapai
sukses apabila langkah pemimpin-pemimpin daerah tidak searah dengan
kepemimpinan pusat. Kepemimpinan di setiap wilayah atau daerah tidak akan
berhasil apabila langkah-langkah keluarga bertentangan denganlangkah pemimpin
daerah itu. Demikian terlihat keterkaitan yang erat antara langkah keluarga
dengan langkah seluruh bangsa dalam satu negara. Dan demikian pula terbukti
betapa keluarga merupakan tulang punggung bagi tegaknya suatu bangsa.
Kepemimpinan, betapapun kecil dan sederhananya, membutuhkan perhitungan yang
tepat. Jangankan mengelola satu bangsa, atau bahkan keluarga kecil, mengurus
satu perjamuan kecil pun mengharuskan adanya perhitungan, kemudian keseimbangan
dan keserasian antara jumlah undangan, kapasitas ruangan, serta konsumsi dan
waktu penyelenggaraan. Persoalan ini sudah tidak asing lagi bagi kita semua.
Hanya sayangnya, dalam persoalan keluarga ia sering terlupakan, padahal agama
menekankan pentingnya perhitungan dan keseimbangan itu. Allah SWT mengelola
alam raya ini dengan penuh keteraturan, keseimbangan, keserasian dan
perhitungan yang sangat teliti. Pengaturan
dan keseimbangan dalam kehidupan keluarga dituntun oleh ajaran Islam. Hal
tersebut lahir dari rasa cinta terhadap anak keturunan dan tanggung jawab
terhadap generasi. Bukankah Al-Qur`an menamakan anak sebagai “qurrah a’yun”
(buah hati yang menyejukkan) (Q.S. 25:74) serta “zinah hayah al-dunya”
(hiasan kehidupan dunia) (Q.S. 18:46). Demikianlah, terlihat betapa besar
peranan keluarga dan betapa keberhasilan kita secara perorangan atau kolektif,
secara pribadi atau sebagai bangsa, di dunia dan akhirat kelak, banyak sekali
ditentukan oleh keberhasilan kita dalam keluarga masing-masing.
4.
Penerapan
QS. At Tahrim/66: 6
Fenomena
pada masa kini menunjukkan bahwa banyak lingkungan keluarga yang tidak
berperilaku sesuai dengan aturan agama. Hal ini dapat dibuktikan dengan
banyaknya perceraian, perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga,
penelantaran dan hubungan buruk anak dengan orang tua, berakibat pada hilangnya
nilai-nilai pendidikan dalam keluarga yang bertujuan untuk menyelamatkan
keluarga dari api neraka.
Keluarga
merupakan lingkungan pendidikan yang pertama bagi anak. Jika keluarganya baik
maka ia akan menjadi baik, begitu pula sebaliknya. Anak merupakan aset yang
sangat berharga, tidak hanya bagi para orang tua tetapi juga bagi bangsa dan
negara. Di tangannya nasib bangsa ini ditentukan. Pendidikan keluarga merupakan
bekal bagi seorang anak menjalani kehidupannya. Pendidikan keluarga dapat
dilakukan dengan cara
memberikan pengetahuan, bimbingan, nasehat kepada keluarga tentang agama. Hal ini
menjadi kewajiban yang sangat urgen mengingat keluarga adalah satuan terkecil
kehidupan masyarakat yang dapat menentukan baik tidaknya suatu kaum.
D.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa
kandungan surah At Tahrim ayat 6 mengajarkan kepada kita tentang perintah
berdakwah kepada kaum kerabat dengan dimulai dari diri sendiri dan keluarga.
Dalam ayat
ini, Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar menjaga dirinya dari api
neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh
melaksanakan perintah Allah SWT. Mereka juga diperintahkan untuk mengajarkan
kepada keluarganya agar taat dan patuh kepada perintah Allah SWT untuk
menyelamatkan mereka dari api neraka karena keluarga merupakan amanat yang harus dipelihara kesejahteraannya baik
jasmani maupun ruhani. Selain itu, kandungan ayat ini adalah dakwah dan pendidikan harus bermula
dari rumah. Ayat di atas walau secara redaksional tertuju kepada kaum pria
(ayah), tetapi itu bukan berarti hanya tertuju kepada mereka. Ayat ini tertuju
kepada perempuan dan lelaki (ayah dan ibu) sebagaimana ayat-ayat yang serupa
(misalnya ayat yang memerintahkan berpuasa) yang juga tertuju kepada lelaki dan
perempuan. Ini berarti kedua orangtua bertanggung jawab terhadap anak-anak dan
juga pasangan masing-masing sebagaimana masing-masing bertanggung jawab atas
kelakuannya. Ayah atau ibu sendiri tidak cukup untuk menciptakan satu rumah
tangga yang diliputi oleh nilai-nilai agama serta dinaungi oleh hubungan yang
harmonis, perlu ada
kerjasama dari setiap anggota keluarga dalam membina keluarga yang akan
dijauhkan dari api neraka.
Jadi, perintah
berdakwah yang pertama kali adalah kepada diri sendiri dan keluarga. Karena
dari keluarga itulah akan terbentuk umat. Dari dalam umat itulah akan tegak
masyarakat Islam. Masyarakat Islam adalah suatu masyarakat yang bersamaan
pandangan hidup, bersamaan penilaian terhadap Islam. Hendaknya
dalam berdakwah kita awali dari diri sendiri
dan keluarga. Karena dengan diawali dari diri sendiri kita akan menata hidup
agar menjadi lebih baik lagi dan menjadi suri tauladan (contoh yang baik) bagi
keluarga kita khususnya dan masyarakat pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Munir, Ahmad, Tafsir Tarbawi, Yogyakarta: SUKSES Offset, 2008.
Ahmad Munir, Tafsir
Tarbawi, (Yogyakarta: SUKSES Offset, 2008), hal.115